24 April 2014 : GAZA CITY
(voa-islam.com) Hari-hari ini mengalami kegemparan yang luar biasa di Tel Aviv
dan Washington. Pasalnya, terjadi 'ittifaq' (persatuan) antara Hamas dan Fatah.
Ini sangat mengkawatirkan bagi Israel dan Amerika, akibat tercapainya
persetujuan penyatuan antara Hamas dan Fatah.
Sampai-sampai
Menlu Amerika Serikat John Kerry dan Perdana Menteri Israel, Benyamin
Netanyahu, geram, dan membatalkan pembicaraan damai dengan Otoritas Palistina
yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas. Tindakan lebih lanjut, Amerika Serikat
menghentikan segala bentuk bantuan kepada Otoritas Palestina. Tidak ada lagi
bantuan bagi Otoritas Palestina yang sudah menyetujui penyatuan dengan fihak
Hamas.
Rakyat dan para
pemimpn Palestina menyambut gembira keputusan yang diambil oleh Hamas dan
Fatah. Ini sebuah kemenangan bagi rakyat Palestina.Palestina dikoyak-koyak
perbedaan antara Hamas dan Fatah. Bahkan, di tahun 2007, sempat terjadi perang
terbuka antara kedua faksi yang dimenangkan oleh Hamas, dan secara de fakto menguasai
seluruh Jalur Gaza.
Usaha-usaha
melemahkan perjuangan bangsa Palestina tidak pernah berhenti yang dilakukan
oleh Israel dan Amerika. Termasuk melakukan agresi militer Israel ke Gaza,
tahun 2011, dan menimbulkan kerusakan dan kehancuran yang luar biasa. Akibat
agresi itu ratusan warga Gaza menemui kematian.
Tetapi, para
pemimpin Palestina, terutama Hamas yang dimotori oleh Kepala Biro Politik
Hamas, Khaled Mish'al, melakukan langkah-langkah yang sangat luar biasa, dan
akhirnya tercapai persetujuan penyatuan antara Hamas dan Fatah, yang nantinya
akan disatukan dalam wadah perjuangna : 'PLO' (Palestinian
Leberation Organiazation ).
Dibagian lain, Penasihat Perdana Menteri Gaza Ismail Haniyeh menolak pernyataan dikaitkan dengan dirinya oleh surat kabar AS The Washington Post bahwa Hamas, yang menguasai Gaza sejak 2007, mengakui Israel sebagai bagian dari kesepakatan bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina.
Taher al-Nunu, yang menjadi penasihat media Haniyah, mengatakan kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency, bahwa ia tidak pernah melakukan kontak dengan Washington Post selama lebih dari dua minggu, yang menggambarkan pernyataan media AS itu sebagai, "kebohongan dan tanpa kebenaran", tegasnya.
The Washington Post yang mengutip al-Nunu mengatakan bahwa kelompok Hamas tidak menutup kemungkinan mengakui Israel. Namun, tindakan seperti itu harus dibahas "sebagai bagian dari upaya Hamas untuk bergabung dengan PLO, dan membentuk pemerintahan", ungkap surat kabar itu mengutip al-Nunu.
Namun, al-Nunu mengatakan kepada kantor berita Turki, bahwa pengakuan Israel adalah keluar dari pertanyaan kepada Hamas atau pemerintah Gaza. "Masalah ini sudah keluar dari pembicaraan tentang Hamas. Hal ini tidak dan tidak akan pernah terjadi", tambahnya .
Hamas tidak mengakui Israel dan sangat menentang pembicaraan perdamaian saat ini, yang sedang berlangsung antara negosiator Otoritas Palestina dan Israel, yang didasarkan pada solusi dua negara. Pembicaraan damai itu, disponsori oleh AS, dan Israel tidak pernah bisa menerima dengan solusi yang ditawarkan oleh AS.
Sejak awal, Hamas telah menegaskan bahwa negara Palestina di masa depan harus ditetapkan pada bersejarah Palestina, termasuk wilayah yang dirampas oleh Israel pada tahun 1948. Hamas menentang segala bentuk pendudukan yang dilakukan oleh Israel, dan tidak mau mengakui keberadaan negara Israel, yang merupakan bentuk perampasan tanah air bangsa Palestina.
Dibagian lain, Penasihat Perdana Menteri Gaza Ismail Haniyeh menolak pernyataan dikaitkan dengan dirinya oleh surat kabar AS The Washington Post bahwa Hamas, yang menguasai Gaza sejak 2007, mengakui Israel sebagai bagian dari kesepakatan bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina.
Taher al-Nunu, yang menjadi penasihat media Haniyah, mengatakan kepada kantor berita Turki, Anadolu Agency, bahwa ia tidak pernah melakukan kontak dengan Washington Post selama lebih dari dua minggu, yang menggambarkan pernyataan media AS itu sebagai, "kebohongan dan tanpa kebenaran", tegasnya.
The Washington Post yang mengutip al-Nunu mengatakan bahwa kelompok Hamas tidak menutup kemungkinan mengakui Israel. Namun, tindakan seperti itu harus dibahas "sebagai bagian dari upaya Hamas untuk bergabung dengan PLO, dan membentuk pemerintahan", ungkap surat kabar itu mengutip al-Nunu.
Namun, al-Nunu mengatakan kepada kantor berita Turki, bahwa pengakuan Israel adalah keluar dari pertanyaan kepada Hamas atau pemerintah Gaza. "Masalah ini sudah keluar dari pembicaraan tentang Hamas. Hal ini tidak dan tidak akan pernah terjadi", tambahnya .
Hamas tidak mengakui Israel dan sangat menentang pembicaraan perdamaian saat ini, yang sedang berlangsung antara negosiator Otoritas Palestina dan Israel, yang didasarkan pada solusi dua negara. Pembicaraan damai itu, disponsori oleh AS, dan Israel tidak pernah bisa menerima dengan solusi yang ditawarkan oleh AS.
Sejak awal, Hamas telah menegaskan bahwa negara Palestina di masa depan harus ditetapkan pada bersejarah Palestina, termasuk wilayah yang dirampas oleh Israel pada tahun 1948. Hamas menentang segala bentuk pendudukan yang dilakukan oleh Israel, dan tidak mau mengakui keberadaan negara Israel, yang merupakan bentuk perampasan tanah air bangsa Palestina.
Hamas dan Fatah menandatangani kesepakatan yang bertujuan mengakhiri
perpecahan di antara mereka. Kesepakatan itu, disambut oleh sebagian besar
negara-negara Arab, menyerukan pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk
membuka jalan bagi pemilihan presiden dan parlemen.
Negara Arab
Teluk pertama yang menyambut gembira persetujuan damai itu, Qatar, kemudian
disusul oleh Turki. Kepala Biro Politik Hamas, Khaled Mish'al, usia perjanjian
dengan Fatah itu, bertemu dengan Perdana Menteri Turki, Erdogan, dan menyambut
gembira hasil persetujuan penyatuan antara Hamas dan Fatah. Ini sebuah sajarah
baru bagi perjuangan bangsa Palestina.
Dengan persetujuan damai antara Hamas dan Fatah, maka akan mengakhiri ketegangan antara kedua faksi yang menjadi tempat berhimpun bangsa Palestina memperjuangkan nasib mereka mengkahiri penjajahan oleh Zionis-Israel, yang sudah menjajah dan menghancurkan bangsa Palestina sejak tahun l948.
Dengan persetujuan damai antara Hamas dan Fatah, maka akan mengakhiri ketegangan antara kedua faksi yang menjadi tempat berhimpun bangsa Palestina memperjuangkan nasib mereka mengkahiri penjajahan oleh Zionis-Israel, yang sudah menjajah dan menghancurkan bangsa Palestina sejak tahun l948.
Dengan adanya
'Arab Spring' (Musim Semi Arab), dan terjadinya perubahan politik di sejumlah
negara Arab, sejatinya Hamas dan bangsa Palestina bergembira, bersamaan
menangnya Ikhwan dan Mursi di Mesir dalam pemilihan parlemen dan presiden,
tetapi kemudian di kudeta oleh militer, dan Mursi digulingkan. Dengan
persetujuan antara Hamas dan Fatah, memberikan harapan baru bagi kehidupan
bangsa Palestina mencapai kemerdekaan. Wallahu'alam.
- See more at:
http://www.voa-islam.com/read/opini/2014/04/28/30060/ketakutan-israel-dan-amerika-atas-persetujuan-hamas-fatah/#sthash.kjGT6H1y.dpuf
0 komentar:
Post a Comment