Ads 468x60px

Tuesday, February 23, 2016

Egoism


Pada dasarnya, setiap manusia itu egois. We often forget that the world doesn’t revolve around us. Dan gue mungkin salah satu manusia teregois di dunia. Segala sesuatunya harus terjadi in my way. I have to be in charge. I have to make the call. I have to be the leader. You must do exactly as I say. If things don’t go in my way, I would be mad. I would be pissed off. Iiggghh.. *lalu ngaca*


Dan sering banget gue (baca: kita) nggak sadar kalau sudah bersikap keras kepala dan memaksakan kehendak. And I (baca lagi: kita) ended up hurting the one I (baca: lagi-lagi kita) care. Yes, that happened too. Bukan cuma sekali dua kali, tapi sering. Ego mengalahkan segalanya. Kekerasan hati dan gengsi mengalahkan rasa. So sad. So INFP. So gue. *teteup bawa-bawa tipe kepribadian*



Dan lagi-lagi, ini INFP banget: Penyendiri. Well, Mind you, being alone and enjoy it for too long, is not the same with being alone and feel lonely all the time.


Gue juga nggak terbiasa berpartner. Egois. Merasa mandiri. Merasa bisa melakukan apa-apa sendiri. Merasa nggak membutuhkan siapapun. Merasa bisa survive tanpa bantuan orang lain. Dan ujung-ujungnya suka merasa nggak nyaman harus berbagi space, time, and things with someone else, atau mungkin pacar. Merasa terganggu. Selain karena pacaran itu gak baik, mungkin ini salah satu sebabnya gue susah menerima kehadiran orang lain dan harus berbagi segalanya (kecuali sudah menikah). Mungkin karena gue terlalu menikmati kesendirian, gue gamang ketika memulai suatu kedekatan. Padahal orang yang lagi pdkt kan cuma pdkt. Cuma kepengin kenal lebih dekat. Tapi gue (yang emang INFP banget) sangat sering merasa nggak nyaman dan awkward kalau terlalu dekat sama orang.  *self keplak* *PLAK*


Banyak orang yang gak bisa mengontrol ego masing-masing lalu merasa superior dan bersikap seenak jidat. Akhirnya, gue sering dibikin malu oleh ego gue sendiri, lalu mengutuk diri sendiri yang bodoh karena begitu saja dihempaskan ego.


Setelah menyadari hal ini, kita (gue juga) memulai satu perjalanan. Introspeksi. Introspeksi diri itu sangat mudah diucapkan. Tapi dalam pelaksanaannya, gengsi mengambil alih, membuat diri merasa gak ada yang salah. :’) See? Lagi-lagi, gengsi. Gak usah jauh-jauh. Berapa banyak di antara kita yang gak termakan keangkuhan hati ketika menghadapi kritik? Yeah, ini pertanyaan retoris. Silakan dijawab dalam hati, dan meringis.


Pernah gak, kalo malem-malam sambil meluk guling memikirkan “kenapa jadi gini sih? Padahal maksudnya tadi bukan begini"
Pernah gak, merasa tertampar ketika menyadari ego menjadi satu faktor terbesar yang menghancurkan satu hubungan baik?
Then next question would be: How to control our ego? Why is it important to feel superior? Or is it just me? *tarakdungces!* *salah backsound*


Semua pertanyaan di atas, sifatnya retoris. Mungkin jawabannya bisa melegakan hati, mungkin juga jawaban yang jujur membuat kita merana sendiri.


Pada akhirnya, cuma mau bilang "dibutuhkan dua usaha, dua hati dan dua tekad untuk menyadari, mencintai itu pekerjaan seumur hidup. Dan itu susah"


“I used to say, i and me. Now it’s us, now it’s we.” Ben- Michael Jackson.


So, don’t ever give up on me, ya. :’) Let’s make it work.

0 komentar:

 
Blogger Templates