Waktu adalah esensi hidup kita,
waktu yang kita miliki itulah hidup kita, itulah usia kita, yang dengannya kita
diberi pilihan, mengisinya dengan aktivitas kosong, atau mengisinya dengan
taburan produktivitas?
Saudaraku, waktu kita terbatas.
Setiap detik adalah perjalanan menuju alam kubur, setiap saat adalah tahapan
berkurangnya usia dan semakin mendekat kepada kematian.
Sehingga hamba yang beruntung, ia
akan memanfaatkan waktunya untuk kebaikan, dan
tidak ada saat untuk melakukan kesia-siaan dalam setiap waktunya. Sedetikpun.
tidak ada saat untuk melakukan kesia-siaan dalam setiap waktunya. Sedetikpun.
Bukan ‘Berapa?’, tapi ‘Untuk Apa?’
Mari kita renungkan, bukankah waktu
terus mengalir menuju sisa yang semakin sempit. Lalu kalimat tanya klasik yang
seharusnya terus-menerus kita ajukan kepada jiwa kita sendiri adalah satu. Ya, hanya
satu. Karena satu kalimat tanya itu nantinya juga akan menjadi kalimat tanya
yang diajukan Allah kepada kita diakhir masa : Waktumu kau habiskan untuk apa?
Masa terus mengalir menuju
peraduannya. Detik demi detikpun akan tetap melaju. Kencang atau tidaknya bukan
bergantung pada jam dinding yang menempel dikamar kita. Cepat lambatnya waktu
tak ada kaitannya dengan jam digital yang kita tatap tiap saat di HP kita. Tak
ada kaitannya. Karena cepat lambatnya waktu akan berbeda bagi tiap orang,
meskipun jarum detik tetap bergerak dengan kecepatan yang sama. Umur kita
bergantung pada besar produktivitas kita dalam memanfaatkan usia. Jadi,
sekalipun orang orang dikatakan produktif, pada hakikatnya ia berumur pendek,
bahkan mengalami kebangkrutan dalam umurnya, karena fasilitas usia yang
diamanatkan oleh Allah dan dipertanggung jawabkan kelak diakhir tidak digunakan
secara efektif dan produktif.
Masa terus beralih menuju titik
peraduannya, dan Allah tak pernah memberi kalimat tanya dengan awal “Berapa”.
Kalimat tanyanya adalah ‘Untuk Apa’. Maka sebelum Izrail datang menjemput, mari
bersama mengingat dan merenung, sejenak saja. Kira-kira, lebih banyak mana kita
mengisi usia selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala, atau justru
berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan memperberat siksa? demi
masa depan kita yang abadi, mari kita introspeksi diri sejenak. Ya, sejenak
saja. Berapa detik-detik, menit-menit, jam, hari, minggu, bulan, dan
tahun-tahun yang telah kita habiskan untuk menuruti nafsu, nafsu, dan nafsu.
Berapa masa yang telah kita lebu rdalam dosa, berapa saat yang telah tersia
dalam kelakuan-kelakuan konyol tanpa makna. Berapa waktu yang telah kita korup
dengan tidak menjalankan perintah dari sang pencipta. Berapa masa telah kita
gadaidalam maksiat kepada-Nya? berapa lama kita buang waktu ke kubangan jurang
nista. Berapa lama kita telah berani menentang-Nya?
Merenung. Mari kita merenung.
Kemudian mengam bil sikap segera yang bisa kita lakukan untuk merenovasi rumah
hati kita masing-masing. Berapa lama kita menghun bumi dengan
pertanggungjawaban amal? Jika usia anda tiga pluh tahun, maka paling tidak
anda telah hidup dalam balig sekitar tujuh belas tahunan. Dari tujuh belas
tahun itu, reka-reka, berapa tahun kira-kira yang anda gunakan untuk khusyuk
sholat, mengaji, mengingat Allah, merenungi dosa, melapangkan lambung dengan
puasa, mengisi malam yang pekat dengan tetesan air mata diatas sajadah, membela
kaum tertindas, menebarkan ilmu yang kita punya, menebar rahmat bagi semesta?
ya, hitung, berapa tahun?
Referensi : Tuhan, Maaf, Kami sedang Sibuk – Ahmad Rifa’i
Rif’an
0 komentar:
Post a Comment