Ads 468x60px

Friday, March 20, 2015

Mengapa harus Melarikan Diri dari Jalan Dakwah?

tarbiyahhSemoga langkah-langkah ini tetap dijaga, tetap tak berhenti melangkah meski cobaan terus saja berdatangan untuk membuatku berhenti, membujukku untuk “Yasudahlah, tinggalkan saja. Kau akan lelah jika terus-terusan disini”.
Sering sekali aku kecewa kepada rekan-rekanku sesama aktivis. Tak jarang pula aku kecewa dengan sistem ataupun pola dakwah yag dijalankan. Namun lebih seringnya aku kecewa pada diriku sendiri yang tak mampu menerima semua itu dengan ikhlas atau berusaha untuk merubahnya. Saat datang masa dimana aku benar-benar kecewa, satu hal yang terpikirkan olehku saat itu, “aku akan meninggalkan barisan ini. Toh aku juga masih bisa untuk menyampaikan kebaikan walau tak berada dalam jamaah. Untuk apa berjalan diatas jalan yang membuat kita terus bersu’udzon dengan saudara sendiri, membuat kita berpikir buruk tentang dakwah ini, dan jalan yang terkadang sangat bertentangan dengan kebiasaanku, bertentangan dengan jalan pikiranku, dan bahkan dengan keinginanku. Masih banyak urusanku yang lain daripada hanya memikirkan hal-hal disini” dan masih banyak lagi pikiran-pikiran entah dari jin apa itu.Tapi selalu aku berpikir berkali-kali untuk memutuskan itu. Hingga akhirnya aku tetap memilih disini, memilih keluarga ini sebagai keluarga muslim terbaikku, memilih jalan ini sebagai jalan yang akan ku lalui bersama mereka para orang-orang salih dan salihah, memilih perjuangan ini sebagai perjuanganku di dunia, dan memilih untuk tetap bertahan ketimbang berlari meninggalkan barisan hanya karena rasa kecewa yang kurasakan, yang mungkin sebenarnya rasa kecewa itu hanya aku yang melebih-lebihkan, hanya aku yang terlalu egois sehingga masalah-masalah internal yang biasa menjadi sangat rumit. Saat itu mungkin aku sedang lupa bahwa tidak boleh memberontak pemimpin sekalipun mereka berbuat zalim, kecuali bila pada mereka telah menyatakan kekafiran. Aku lupa bahwa harus menaati mereka dalam hal yang disukai maupun yang dibenci adalah kewajiban, kecuali jika mereka memerintahkan untuk berbuat maksiat, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah. Aku mungkin sempat melupakan petuah-petuah itu dalam berinteraksi dengan segala hal yang menjadi tanggungjawabku dan berkaitan dengan komando dakwah. Aku seharusnya lebih terhormat daripada hanya sekedar mengarahkan obsesiku untuk meneliti kesalahan dan kekurangan saudaraku. Karena berbaik sangka terhadap sesama Muslim merupakan prinsip dasar yang harus diikuti.
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (An-Nisa’:59)
Aku juga telah membaca, Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a yang berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Dengar dan taatilah, sekalipun yang diangkat sebagai pemimpin kalian seorang budak berkebangsaan Habasyah”. Ia juga meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a yang berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Barangsiapa melihat sesuatu pada amirnya yang dibencinya, hendaklah ia bersabar, karena tidak ada seorangpun meninggalkan jamaah sejauh satu jengkal, kemudian mati, kecuali ia mati seperti kematian jahiliah.”. dalam riwayat lain, “Barangsiapa meninggalkan jamaah sejauh satu jengkal, berarti ia telah melepas ikatan Islam dari lehernya.”

Ya, mungkin saat itu aku lupa bahwa aku terlalu mementingkan keinginan dan keegoisanku. Sempat juga aku kecewa ketika tau bahwa jamaah ini bersama partai pemerintahan. Yang saat itu aku belum mengerti alur pergerakan dan kemana arahnya, yang terpikirkan olehku saat mengetahui itu adalah “Lalu apa bedanya dengan para petinggi negara yang tidak kusukai itu? Semua yang telah bercampur dengan urusan pemerintahan dan partai pastilah tidak jernih lagi. Berlumuran dengan hal-hal yang sejak dulu tak bisa kuterima dalam sistem pemerintahan”. Sampai pada akhirnya aku berdiskusi dengan seseorang mengenai hal ini.

“Adik, banyak kader-kader dakwah yang akhirnya berlari menjauh dari barisan ini ketika mendengar hubungan jamaah ini dengan partai politik tertentu. Mereka yang berlari itu berpikiran bahwa tarbiyah ini adalah bagian dari partai politik, pemikiran seperti itu yang akhirnya membuat mereka kecewa dengan gerakan ini. Kalau kau sebelumnya juga berpikiran seperti itu, sebaiknya cepat diluruskan. Selamanya tarbiyah tidak berada dibawah partai politik, sudah sejak dari berdirinya Ikhwanul Muslimin, imam Hasan Al-Banna menjadikan tarbiyah ini sebagai sarana memperluas dakwah Islam, dari golongan orang-orang biasa sampai ke pemerintahan. Untuk mencapai tujuan dakwah dalam sistem pemerintahan itu kita membutuhkan kendaraan, sampai akhirnya dibentuklah sebuah partai politik untuk bisa sampai kedalam pemerintahan. Jangan kau pikir partai politik itu membentuk jamaah ini untuk mencari massa. Kau akan kecewa jika berpikiran seperti itu. Medan dakwah kita banyak, bukan hanya orang-orang disekitar kita. Ingat, bahwa partai politik itu adalah bagian kecil dari dakwah ini, hanya kendaraan kecil yang akan mengantarkan kita menuju ke suatu medan dakwah yang lain. Tarbiyah yang akan terus mengontrol jalannya kendaraan itu, makanya para kader dakwah diberikan sarana sebuah keluarga kecil, sebuah pertemuan pekanan yang sering kita sebut Liqo’. Itu bertujuan untuk terus mengontrol para kader dakwah agar tetap berada pada jalur yang benar. Jika pada pelaksanaannya kita menemukan kader yang bermasalah, yang keluar dari aturan dan prinsip seorang muslim, maka kita tidak boleh kecewa kepada dakwah ini. Karena setiap kader dakwah juga adalah manusia, manusia biasa yang mempunyai banyak celah dan kesalahan, kita jadikan kesalahan saudara kita sebagai pelajaran untuk dakwah ini kedepannya. Tak sedikit dakwah Islam tercoreng dengan prilaku menyimpang kadernya, tapi kita tetap tak boleh membenci dakwah ini. Setidaknya kita tau, bahwa mereka yang berada diatas sana, mereka yang telah terpilih untuk menuju kesana melalui kendaraan itu, bukanlah orang-orang yang bisa dengan mudah terpilih. Para pemimpin-pemimpin kita pastilah telah melakukan penyaringan yang sebaik-baiknya untuk orang-orang terpilih itu. Kita hanya bisa berdo’a dan melakukan hal semaksimal mungkin untuk kemajuan dakwah Islam, agar tak hanya kita yang menikmati indahnya Islam, tapi juga saudara-saudara kita diseluruh negeri, bahkan dunia.”
Aku tercengang ketika mendengar penuturan beliau diatas. Betapa kerdilnya pemikiranku selama ini, yang gampang sekali ‘ngambek’ untuk hal-hal yang sepele. Aku menyadari tidak ada waktu lagi untuk berselisih paham mengenai hal-hal individu dalam jamaah ini, tidak ada lagi tawar menawar yang tidak menguntungkan dunia dan akhirat untukku jika meninggalkan dakwah ini.
Sebagai penutup, ada sebuah kutipan dibawah ini yang juga akhirnya membuat saya yakin kepada dakwah Islam:
“Kita bukanlah partai politik, meskipun politik bedasarkan kaidah-kaidah Islam merupakan bagian dari substansi fikrah kita. Kita bukanlah organisasi sosial, meskipun kegiatan sosial merupakan bagian dari tujuan-tujuan kita yang paling besar. Kita bukan klub olahraga, sekalipun olahraga dan olah rohani merupakan sebagian dari sarana-sarana kita yang paling penting. Kita bukan salah satu dari mereka itu, karena mereka diciptakan oleh tujuan yang bersifat lokalistik dan untuk waktu yang terbatas, dan kadang-kadang tidak ada inspirasi pembentukan lembaga semacam itu selain sekedar keinginan untuk membentuk suatu lembaga serta menyandang gelar manajerial di dalamnya.
Namun, kita adalah fikrah dan akidah, tatanan dan sistem, tidak dibatasi oleh tempat dan tidak diikat oleh ras, tidak dipisahkan oleh batas-batas geografis. Kegiatannya tidak akan berakhir kecuali pada hari kiamat ketika Allah mewarisi bumi ini dengan seluruh isinya, karena ia merupakan sistem dari Tuhan seluruh makhluk dan konsepsi Rasul penyandang gelar al-amin (yang terpercaya).
Kita ini, saudara-saudara, tanpa perlu menyombongkan diri, adalah pengikut-pengikut para sahabat Rasulullah Saw., pengibar bendera beliau, dan para pengikut sepeninggal beliau. Kita mengibarkan bendera beliau sebagaimana mereka telah mengibarkannya, memelihara Al-Qur’an beliau sebagaimana mereka telah memeliharanya, memberi kabar gembira dengan dakwah sebagaimana mereka telah memberi kabar gembira dengan dakwah beliau, dan merupakan rahmat bagi seluruh alam semesta.
dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-Qur’an setelah beberapa waktu lagi (Shaad:88)” - Al-Imam Asy-Syahid

0 komentar:

 
Blogger Templates