Ads 468x60px

Friday, March 20, 2015

Nasihati Aku!

“Bersyukurlah jika masih ada yang mau repot-repot berbagi nasihat padamu, karena boleh jadi Allah masih peduli dan memperhatikanmu”
advice
Itu adalah sebuah status yang waktu itu saya baca di beranda. Dan terinspirasi dari sebuah catatan kecil seorang penyampai kebaikan dan kebenaran (inshaa Allah) tentang “Agama adalah nasihat” saya juga jadi pengin menyampaikan pendapat saya tentang “Agama adalah Nasihat” :
Akhir-akhir ini saya tertarik untuk mencari tau tentang nasihat menasihati dalam Islam, sudah sering saya mendengar tentang kewajiban bagi sesama umat Islam untuk saling menasihati, tapi saya masih ingin terus mencari dalil-dalil dalam Islam tentang menasihati, karena saya tidak ingin salah dalam bersikap. Karena jujur saya lagi kesulitan sekali menasihati seseorang. Saya sadar ilmu saya belum seberapa, saya juga sadar bahwa saya masih banyak kesalahan. Tapi kalo dipikir-pikir, kapan kita bisa saling menasihati kalo mau nunggu diri kita baik dulu? Bukankah manusia itu tempatnya salah? Dan kesempurnaan hanya milik Allah? Dan sebaik-baik manusia itu hanya Muhammad SAW? Kalo gitu terus, kapan kita bisa menjalankan perintah langsung dari Allah?
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS : Al Ashr)
Bisa dimengerti kan? Kalo perintah itu adalah wajib? Dan perintah ini ditegaskan pula dalam hadist bahwa “Agama adalah nasihat”, disini Rasulullah ingin menegaskan bahwa agama bukan sekedar ritual. Agama tidak hanya berwujud keyakinan yg disimpan sendiri-sendiri atau diyakini sembunyi-sembunyi. Bahkan ia bukan hanya perkara ibadah langsung terhadap Allah ta’ala Pencipta semesta.
Rasul ingin menggambarkan bahwa agama diturunkan juga sebagai nasehat. Kalimat agama sebagai nasehat sendiri memberi pemaknaan bahwa pemeluknya mestilah bisa dan mau saling mengingatkan dan berbagi nasihat, pada perkara kebenaran dan kesabaran.
Coba bayangkan kalo Rasul memaknai agama hanya sebagai keyakinan diri sndiri yang tak perlu ditampakkan, boleh jadi kita tak akan mendapati Islam menyebar seperti sekarang ini, dimana kita memperoleh nikmat tercerahkan begini.
Maka kalo kita sempat terpikir begini :
“beragama ya jangan keliatan banget. Ga perlu gitu-gitu amat, apa2x dikaitkan dengan agama, ya hak asasi orang dong mau gimana juga, kan hidup juga masing-masing. Gak usah ngurusin urusan orang lah. Kalo kamu sendiri masih memperbaiki diri, jangan sibuk dengan ngurusin orang lain. Norak!”
saat mendapati orang yang memberi nasehat bersumber dari ajaran Al Qur’an dan hadist.

Mari kita merenung dan ucap istighfar, karena Allah dan Rasul-Nya yg meminta kita saling menasihati :)
Semoga Allah melembutkan hati kita dalam menanggapi sebuah nasihat :) Aaamiiiiin

Maka tiap kita menjumpai sesuatu yang bertentangan dengan agama, sudah wajib bagi kita untuk menyampaikan kebenarannya. Bukan perihal hak asasi manusia untuk setiap orang melakukan apapun sesuai kehendaknya, tapi ini menyangkut kewajiban sesorang muslim untuk menyampaikan. Karena Islam itu mengatur seluruh kehidupan kita, dari mulai bangun tidur sampe tidur kembali, dari mulai bicara sampai memandang, dari mulai keluar rumah, sampe masuk WC, itu semua ada aturannya. Sungguh Islam itu Rahmatallil’aalamin.

Dan kalo suatu saat kita menasihatkan sesuatu kepada saudara/I kita tetapi dia tetap tidak mendengar dan menganggap nasihat kita sebagai beban, menganggap kolot, dan menganggap kita ikut campur urusan hidupnya, maka saran saya adalah melakukan cara yang ketiga dalam menghadapi hal-hal begini yaitu dengan mendo’akan dia, dan itu selemah-lemah iman. Semoga Allah mau melembutkan hatinya, aamiiiin.
Karena dalam kekerasan hatinya pun, mungkin itu adalah kehendak Allah juga, seperti firman Allah berikut :
“Sungguh engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (Al-Qasas : 56)

Ingat kisah Rasulullah tentang paman yang sangat mencintainya, sangat melindunginya, dan sangat membantu Rasul dalam berdakwah, tetapi sampai akhir hayatnya masih belum ber-Islam? Ya, Abu Thalib. Sekalipun Rasul memohon kepada Allah untuk membukakan pintu hati pamannya agar ber-Islam, namun ketika Allah belum berkenan maka tidak akan terjadi.
Begini hadistnya :
[Dari Ibnul Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika menjelang Abu Tholib (paman Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-) meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya. Ketika itu di sisi Abu Tholib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu
أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).”
Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata,
يَا أَبَا طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
“Wahai Abu Tholib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthollib?”
Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu Tholib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Muttholib.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan :
لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah
Kemudian turunlah ayat,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At Taubah: 113)
Allah Ta’ala pun menurunkan ayat,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al Qosshosh: 56)]
Begitu pun yang terjadi kepada kita, seberapa kerasnya kita menyampaikan kebenaran kepada saudara/I kita, ketika Allah tidak berkenan melembutkan hatinya untuk menerima itu, maka nasihat itu tidak akan sampai ke hatinya. Na’udzubillah. Semoga kita dan saudara”/I” kita tidak termasuk kedalamnya.
Dan seolah ayat ini juga ikut menegaskan tentang orang-orang yang menerima petunjuk dari Allah :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Ar-Ra’du : 11)
Akhirnya, semoga kita bisa mengambil pelajaran dari ini. Saya mohon maaf apabila ada kekeliruan dan kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. So, jangan pernah berhenti saling menasihati, termasuk menasihati saya ketika saya salah. Dan mengingatkan saya ketika kata-kata saya menyakiti kalian, saudara/I saya semua yang saya cintai karena Allah.

Semoga kita tidak selalu berpikir negatif tentang siapapun orang yang menyampaikan kebaikan kepada kita, meskipun mungkin ada beberapa cara penyampaiannya yang tidak kita sukai. Semoga kita selalu terus belajar memperbaiki diri, saat ada orang yang mengingatkan akan kelalaian kita. Dan satu lagi, "Undzur ma Qola wa la tandzur man Qola ~ Lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan”. Ambillah setiap pelajaran yang berserak dijalanan, dan carilah pelajaran yang masih tersimpan rapih didalam almari.

Semangat berubah menjadi lebih baik, karena Allah pasti tidak melewatkan sedikitpun usaha kita untuk memperbaiki diri, dan karena Allah akan menilai prosesnya :)

0 komentar:

 
Blogger Templates