“Bersyukurlah jika masih ada yang mau repot-repot berbagi nasihat padamu, karena boleh jadi Allah masih peduli dan memperhatikanmu”
Itu
adalah sebuah status yang waktu itu saya baca di beranda. Dan
terinspirasi dari sebuah catatan kecil seorang penyampai kebaikan dan
kebenaran (inshaa Allah) tentang “Agama adalah nasihat” saya juga jadi
pengin menyampaikan pendapat saya tentang “Agama adalah Nasihat” :
Akhir-akhir
ini saya tertarik untuk mencari tau tentang nasihat menasihati dalam
Islam, sudah sering saya mendengar tentang kewajiban bagi sesama umat
Islam untuk saling menasihati, tapi saya masih ingin terus mencari
dalil-dalil dalam Islam tentang menasihati, karena saya tidak ingin
salah dalam bersikap. Karena jujur saya lagi kesulitan sekali menasihati
seseorang. Saya sadar ilmu saya belum seberapa, saya juga sadar bahwa
saya masih banyak kesalahan. Tapi kalo dipikir-pikir, kapan kita bisa
saling menasihati kalo mau nunggu diri kita baik dulu? Bukankah manusia
itu tempatnya salah? Dan kesempurnaan hanya milik Allah? Dan sebaik-baik
manusia itu hanya Muhammad SAW? Kalo gitu terus, kapan kita bisa
menjalankan perintah langsung dari Allah?
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS : Al Ashr)
Bisa
dimengerti kan? Kalo perintah itu adalah wajib? Dan perintah ini
ditegaskan pula dalam hadist bahwa “Agama adalah nasihat”, disini
Rasulullah ingin menegaskan bahwa agama bukan sekedar ritual. Agama
tidak hanya berwujud keyakinan yg disimpan sendiri-sendiri atau diyakini
sembunyi-sembunyi. Bahkan ia bukan hanya perkara ibadah langsung
terhadap Allah ta’ala Pencipta semesta.
Rasul
ingin menggambarkan bahwa agama diturunkan juga sebagai nasehat.
Kalimat agama sebagai nasehat sendiri memberi pemaknaan bahwa pemeluknya
mestilah bisa dan mau saling mengingatkan dan berbagi nasihat, pada
perkara kebenaran dan kesabaran.
Coba
bayangkan kalo Rasul memaknai agama hanya sebagai keyakinan diri sndiri
yang tak perlu ditampakkan, boleh jadi kita tak akan mendapati Islam
menyebar seperti sekarang ini, dimana kita memperoleh nikmat tercerahkan
begini.
Maka kalo kita sempat terpikir begini :“beragama ya jangan keliatan banget. Ga perlu gitu-gitu amat, apa2x dikaitkan dengan agama, ya hak asasi orang dong mau gimana juga, kan hidup juga masing-masing. Gak usah ngurusin urusan orang lah. Kalo kamu sendiri masih memperbaiki diri, jangan sibuk dengan ngurusin orang lain. Norak!”
saat mendapati orang yang memberi nasehat bersumber dari ajaran Al Qur’an dan hadist.
Mari kita merenung dan ucap istighfar, karena Allah dan Rasul-Nya yg meminta kita saling menasihati :)
Semoga Allah melembutkan hati kita dalam menanggapi sebuah nasihat :) Aaamiiiiin
Maka
tiap kita menjumpai sesuatu yang bertentangan dengan agama, sudah wajib
bagi kita untuk menyampaikan kebenarannya. Bukan perihal hak asasi
manusia untuk setiap orang melakukan apapun sesuai kehendaknya, tapi ini
menyangkut kewajiban sesorang muslim untuk menyampaikan. Karena Islam
itu mengatur seluruh kehidupan kita, dari mulai bangun tidur sampe tidur
kembali, dari mulai bicara sampai memandang, dari mulai keluar rumah,
sampe masuk WC, itu semua ada aturannya. Sungguh Islam itu
Rahmatallil’aalamin.
Dan
kalo suatu saat kita menasihatkan sesuatu kepada saudara/I kita tetapi
dia tetap tidak mendengar dan menganggap nasihat kita sebagai beban,
menganggap kolot, dan menganggap kita ikut campur urusan hidupnya, maka
saran saya adalah melakukan cara yang ketiga dalam menghadapi hal-hal
begini yaitu dengan mendo’akan dia, dan itu selemah-lemah iman. Semoga
Allah mau melembutkan hatinya, aamiiiin.
Karena dalam kekerasan hatinya pun, mungkin itu adalah kehendak Allah juga, seperti firman Allah berikut :
“Sungguh
engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang
engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia
kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk” (Al-Qasas : 56)
Ingat
kisah Rasulullah tentang paman yang sangat mencintainya, sangat
melindunginya, dan sangat membantu Rasul dalam berdakwah, tetapi sampai
akhir hayatnya masih belum ber-Islam? Ya, Abu Thalib. Sekalipun Rasul
memohon kepada Allah untuk membukakan pintu hati pamannya agar
ber-Islam, namun ketika Allah belum berkenan maka tidak akan terjadi.
Begini hadistnya :
[Dari Ibnul Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika menjelang Abu Tholib (paman Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-) meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya. Ketika itu di sisi Abu Tholib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahl.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu
أَىْ عَمِّ ، قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa beralasan di hadapan Allah (kelak).”
Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Umayyah berkata,
يَا أَبَا طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
“Wahai Abu Tholib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthollib?”
Mereka berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu Tholib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Muttholib.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan :
لأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ
“Sungguh aku akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah”
Kemudian turunlah ayat,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tidak pantas bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan, setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam” (QS. At Taubah: 113)
Allah Ta’ala pun menurunkan ayat,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al Qosshosh: 56)]
Begitu
pun yang terjadi kepada kita, seberapa kerasnya kita menyampaikan
kebenaran kepada saudara/I kita, ketika Allah tidak berkenan melembutkan
hatinya untuk menerima itu, maka nasihat itu tidak akan sampai ke
hatinya. Na’udzubillah. Semoga kita dan saudara”/I” kita tidak termasuk
kedalamnya.
Dan seolah ayat ini juga ikut menegaskan tentang orang-orang yang menerima petunjuk dari Allah :
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Ar-Ra’du : 11)
Akhirnya,
semoga kita bisa mengambil pelajaran dari ini. Saya mohon maaf apabila
ada kekeliruan dan kesalahan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah.
So, jangan pernah berhenti saling menasihati, termasuk menasihati saya
ketika saya salah. Dan mengingatkan saya ketika kata-kata saya menyakiti
kalian, saudara/I saya semua yang saya cintai karena Allah.
Semoga
kita tidak selalu berpikir negatif tentang siapapun orang yang
menyampaikan kebaikan kepada kita, meskipun mungkin ada beberapa cara
penyampaiannya yang tidak kita sukai. Semoga kita selalu terus belajar
memperbaiki diri, saat ada orang yang mengingatkan akan kelalaian kita.
Dan satu lagi, "Undzur ma Qola wa la tandzur man Qola ~ Lihatlah apa
yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan”. Ambillah setiap
pelajaran yang berserak dijalanan, dan carilah pelajaran yang masih
tersimpan rapih didalam almari.
Semangat
berubah menjadi lebih baik, karena Allah pasti tidak melewatkan
sedikitpun usaha kita untuk memperbaiki diri, dan karena Allah akan
menilai prosesnya :)
0 komentar:
Post a Comment